Perbudakan di Amerika Serikat

BAB I PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Secara etimologi, perbudakan berasal dari bahasa Inggris, yaitu slave yang berasal dari kata slav, yang merujuk kepada bangsa Slavia yang banyak ditangkap dan dijadikan budak saat peperangan pada awal Abad Pertengahan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perbudakan berasal dari kata budak, yang berarti adalah hamba, jongos, orang gajian.
Perbudakan adalah sebuah kondisi di saat terjadi pengontrolan terhadap seseorang (disebut budak) oleh orang lain. Perbudakan biasanya terjadi untuk memenuhi keperluan akan buruh atau kegiatan seksual. Para budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan, bekerja tanpa gaji dan tidak mempunyai hak asasi manusia.
Melihat perekonomian di Amerika yang berkembang dengan pesatnya, pasca kemerdekaan, kemajuan dibidang industri di bagian utara, dan perkebunan di bagian selatan, mengingat akan dibutuhkanya jumlah tenaga kerja yang tidak sedikit. Namun perbudakan telah menjadi pembahasan tersendiri dalam sejarah kelam masyarakat Amerika Serikat. Perbudakan dan segala sejarahnya menjadi sebuah dunia tersendiri dalam cermin pribadi Amerika Serikat yang mengaku sebagai Negara paling demokratis di Dunia. Oleh kerenanya perbudakan kulit hitam dengan segala deskriminasinya akan menjadi kenangan yang perlu diketahui semua generasi masyarakat Amerika.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalahnya sebagai berikut:
  1. Bagaimana latar belakang terjadinya perbudakan di Amerika?
  2. Apa saja faktor penyebab perbudakan di Amerika?
  3. Bagaimana praktik perbudakan di Amerika?
1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dikemukakan tujuannya adalah sebagai berikut:
  1. Mengetahui latar belakang terjadinya perbudakan di Amerika
  2. Mengetahui faktor penyebab terjadi perbudakan di Amerika
  3. Mengetahui praktik perbudakan di Amerika

























BAB II PEMBAHASAN


2.1 Latar Belakang Terjadinya Perbudakan
Bangsa yang pertama kali sampai di benua Amerika adalah Spanyol. Pada 1492 M Christophorus Colombus mendarat di Kepulauan Bahama, Kuba, dan Santo Domingo di bagian selatan benua tersebut. Kedatangan Colombus ke benua “baru” tersebut membawa dampak terhadap banyaknya pelancong dari daratan Eropa yang berkunjung ke benua tersebut. Pada saat itu Eropa masih dilanda kemelut politik, kemiskinan, dan konflik agama yang terus-menerus.
Nama Amerika sendiri diambil dari nama seorang penjelajah Spanyol bernama Amerigo Vespuci. Ia melancong setelah Colombus menemukan benua tersebut. Awalnya Colombus menyatakan bahwa benua yang ia temukan adalah dunia timur (India) yang sedang dicarinya sehingga rakyat asli benua Amerika yang ditemuinya oleh Colombus namai suku Indian. Kesalahan Colombus tersebut kemudian diketahui dan diperbaiki oleh Vespuci.
Setelah Vespuci menyebarluaskan keberadaan benua tersebut melalui buku yang ia susun selepas kepergiannya ke Amerika, semakin banyaklah orang-orang dari Eropa untuk datang ke Amerika sehingga terbentuklah koloni-koloni baru di Amerika. Kedatangan orang Eropa yang sangat banyak, selanjutnya, telah memunculkan perebutan wilayah yang dilakukan beberapa negara Eropa yang melancong ke Amerika. Wilayah Amerika Utara diperebutkan oleh orang-orang Prancis, Inggris, dan Belanda. Pada 1602, Prancis yang dipelopori oleh Samuel de Camplain, telah menduduki Kanada, tahun 1682 La Salle menduduki Lousiana di daerah Sungai Missisipi. Dengan demikian, Prancis telah menguasai wilayah dari Kanada sampai New Orleans.
Pada 1609, bangsa Belanda kemudian menduduki daerah Sungai Hudson. Pada 1826, Minnit mendirikan koloni yang diberi nama Nieuw Amsterdam. Bangsa Inggris pun tak ketinggalan, pada tahun 1589 Raleiq menduduki wilayah Virginia, kemudian pada 1620 Pilgrim Father berhasil menduduki Massachusetts dan tahun 1623 Calvert menduduki Maryland.
Amerika  sebagai benua yang mapan secara sumber daya alam, telah menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak imigran dari seluruh dunia, baik itu yang mencari kebebasan maupun yang mencari kehidupan yang lebih baik. Dalam hal ini Amerika sebagai tanah harapan bagi orang-orang tersebut. Setelah Amerika merdeka 1776, tahun 1850  adalah periode yang ditandai dengan wilayah Amerika Serikat yang semakin bertambah, jumlah penduduknya kira-kira 23 juta orang, dari 31 negara bagian. Pola perekonomian pun terstruktur dengan baik, antara lain kemajuan industri di utara, pertanian di bagian tengah dan selatan, daerah pantai barat seperti California, berkembang dengan tambang emasnya. Tanaman tebu di Lousiana, pertanian tembakau di Maryland dan yang paling utama diantara nya adalah tanaman Kapas. Sehingga tanaman ini menjadi maskot wilayah selatan, bahkan pada tahun 1850 selatan Amerika serikat adalah produsen 80% kapas dunia, terlebih lagi setelah ditemukan mesin pemisah biji kapas di tahun 1973 semakin memperkokoh posisi sentral ekonomi Amerika Serikat.


2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Perbudakan
Faktor utama penyebab timbulnya perbudakan yaitu bangkitnya usaha besar penanaman kapas diselatan yang digalakkan oleh pengenalan jenis-jenis kapas baru, dan oleh penemuan Eli Whitney, yaitu mesin kapas guna menyaring biji dari kapasnya. Sehingga revolusi industri tekstil menjadi usaha besar-besaran dan permintaan atas kapas mentah menjadi meningkat. Pembukaan tanah-tanah baru sangat memperluas daerah baru untuk pemeliharaan kapas, sehingga penanaman kapas berkembang secara pesat menyebar dinegara-negara bagian.
Selain kapas, penanaman tebu juga mengembangkan dan memperluas perbudakan. Tanah-tanah panas yang subur di Lousiana, sebelah tenggara ternyata ideal untuk memelihara tebu yang menguntungkan. Pada tahun 1830, negara bagian itu menghasilkan kira-kira separuh persediaan gula seluruh negara. Akhirnya penanaman tembakau juga bergerak ke barat, seraya membawa serta perbudakan.


2.3 Praktik Perbudakan di Amerika
Orang-orang Inggris datang ke Amerika dan mendirikan koloni, kemudian membuka perkebunan dan usaha lainnya yang tentu memerlukan tenaga kerja yang murah dan ulet di bidang perkebunan. Tenaga kerja dari Inggris jumlahnya terbatas sehingga mereka memutuskan untuk mengambil orang-orang negro Afrika sebagai tenaga kasar di perkebunan dan dijadikan sebagai budak. Tidak seperti etnis minoritas lainnya, orang-orang kulit hitam datang tidak dengan sukarela, mereka datang pertama kali sekitar dua puluh orang kulit hitam yang dibawa oleh kapal perang Belanda pada tahun 1619 di Virginia Amerika Serikat. Sehingga diskriminasi yang terjadi terhadap mereka sangatlah berbeda dengan yang terjadi terhadap etnis minoritas lainnya. Terutama diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi terhadap imigran atau orang-orang yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan sebagai budak pekerja dan merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika Serikat tanpa sukarela. Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya untuk dijual dan dijadikan budak.
Para budak itu diperoleh dengan cara barter para penguasa lokal Afrika dengan Orang Afrika. Lalu untuk menambah jumlah budak yang dibutuhkan maka selanjutnya perburuan budak pun dilakukan dengan cara penculikan dan penyerbuan di desa-desa di Benua Afrika. Mereka, orang Afrika yang berhasil di culik memang mereka kalah persenjataan dengan Orang Eropa. Selain itu juga politik adu domba dilakukan oleh Orang Eropa untuk menambah budak.
Budak-Budak yang telah didapatkan selanjutnya dibawa ke Benua Amerika untuk dipekerjakan di perkebunan. Sejak itulah fase “Triangular Trade” berkembang. Triangular Trade merupakan sebuah model segitiga perdagangan dan rute (jalur) pelayaran budak dari Afrika ke Benua Amerika melewati samudera Atlantik lalu dipekerjakan di Benua Amerika. Dan Hasil Bumi perkebunan berupa Kopi, Gula, Rum dan  sebagainya dibawa ke Benua Eropa dan lalu Bangsa Eropa mengirimkan senjata, alcohol untuk penguasa eropa dan memburu budak hingga hal tersebut terus berlangsung disebut oleh para pedagang Eropa dengan Triangular Trade. Semua itu berlangsung secara sistemik selama 4 abad. Dari abad ke-14 hingga abad ke-18 ketika abolishment (penghapusan perbudakan) terjadi.
Middle Passage adalah sebuah perjalanan yang begitu mengerikan bagi para budak. Sebuah rute pelayaran para budak dari benua Afrika ke benua Amerika melewati samudera Atlantic yang juga terkenal dengan Transatlantic. Perjalanan dengan kapal laut yang membutuhkan waktu selama 8 hingga 10 minggu untuk sampai ke benua Amerika. Middle Passage adalah perjalanan yang dehumanis karena perlakuan para pedagang Eropa yang membawa budak diperlakukan secara menyedihkan dengan model “loose Pack”.
 Para Budak berdesak-desakan di dek kapal, diberi makan sedikit, tidak ada toilet, sehingga muntahan, berak, kencing dilakukan di tempat yang sama, sehingga banyak budak yang menderita sakit. Bahkan begitu kejamnya perlakuan ketika “Middle Passage” banyak budak yang stress berupaya untuk bunuh diri dengan cara mogok makan. Selain itu, banyak juga budak yang berusaha meloncat dari kapal untuk bunuh diri karena tidak tahan selama perjalanan yang mengerikan. Tetapi cerdasnya para awak kapal bangsa Eropa, mereka memasang jaring dan jala di sekeliling kapal sehingga para budak tersebut tidak bisa terjun ke laut untuk bunuh diri. Sebab kematian budak adalah kerugian bagi pedagang budak.
Kapal yang berisi budak-budak yang telah merapat di pelabuhan di Benua Amerika oleh selanjutnya dilelang/dijual oleh pedagang budak melalui pelelangan. Poster-poster pelelangan budak disebarkan di penjuru kota di Amerika. Jadwal pelelangan ditetapkan, budak yang kuat, sehat merupakan budak dengan harga yang paling tinggi/mahal. Selanjutnya budak yang kecil, muda, tua, sakit terjual paling akhir dengan harga yang murah.
Biasanya budak yang datang dengan keluarganya dipisahkan dan dijual terpisah oleh para pedagang Budak, yang mengenaskan para budak ketika pelelangan, mereka tidak paham akan situasi apa yang mereka hadapi. Pelelangan dilakukan dengan bahasa yang tidak mereka pahami dan tahu-tahu mereka diambil berganti tuan yang baru.
Para Budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik dan para Budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan. Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, hal ini dikarenakan:
    1. Setiap hari mereka harus bekerja keras dari matahari terbit hingga matahari terbenam tanpa gaji dan perlakuan kasar.
    2. Untuk tempat berlindung para budak harus membangun rumahnya sendiri dengan bahan seadanya.
    3. Untuk makan, biasanya mereka makan makanan seadanya.
    4. Dalam setahun hanya diberikan 3 underwears, sepasang sepatu dan pakaian seadanya oleh Tuannya.
    5. Para budak tidak diperkenankan berbicara ketika bekerja dengan bahasa mereka. Bila berbicara akan mendapatkan hukuman.
    6. Para budak tidak boleh belajar membaca dan menulis. Tetapi Pada hari minggu mereka diperbolehkan pergi ke Gereja.
Sebagian besar budak tentu saja bekerja di ladang. Pekerjaan yang tepat dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai dengan tanaman dan kemampuan dari budak tersebut. Di peternakan kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan dengan budaknya. Mayoritas para budak tinggal dan bekerja di perkebunan , dimana pria, wanita dan anak-anak bekerja secara berkelompok yang biasanya diawasi oleh pengawas. Para pengawas sering memperlakukan budak secara kasar.
Sebuah persoalan makin memperburuk perbedaan regional dan ekonomi wilayah Utara dan Selatan: perbudakan. Marah  melihat keuntungan besar yang diraup para pebisnis wilayah Utara dari penjualan kapas, banyak warga wilayah Selatan menganggap keterbelakangan wilayah mereka sebagai akibat bertambahnya kekuasaan pihak Utara. Sebaliknya, orang Utara menyatakan bahwa perbudakan, yang mereka sebut sebagai “institusi yang ganjil”, adalah penyebab utama terjadinya kemunduran di daerah tersebut. Padahal, perbudakan bagi orang Selatan sangat penting bagi perekonomian mereka.
Sejak tahun 1830, perbedaan paham mengenai  perbudakan sudah mengencang. Di wilayah Utara, sentimen anti perbudakan  tumbuh hingga memiliki pengaruh yang sangat kuat, didukung oleh geraakan tanah bebas budak yang dengan keras menentang perluasan perbudakan ke daerah Barat yang belum masuk menjadi negara bagian. Bagi orang Selatan yang hidup pada tahun 1850-an perbudakan adalah suatu kondisi di mana tanggung jaawab mereka tak lebih dari mengajari budak berbahasa Inggris dan membentuk perwakilan mereka. Di beberapa daerah pesisir, perbudakan pada tahun 1850 sudah berlangsung lebih dari 200 tahun, perbudakan adalah integral dari dasar perekonomian daerah.
Walaupun sensus pada 1860 menunjukkan bahwa ada hampir 4 juta budak dari total populasi 12,3 juta orang di 15 negara bagian yang mengizinkan perbudakan, hanya minoritas kecil orang kulit putih wilayah Selatan yang memiliki budak. Pada saat itu terdapat 385.000 pemilik budak dari sekitar 1,5 juta keluarga kulit putih. Lima puluh persen pemilik budak ini memiliki tidak lebih dari lima budak. Dua belas persen memiliki dua puluh atau lebih budak, menggambarkan transisi petani menjadi pemilik perkebunan. Tiga perempat dari keluarga kulit putih di bagian Selatan, termasuk ”orang kulit putih yang miskin.” mereka yang berada di kelas terbawah rakyat wilayah Selatan, tidak memiliki budak.
Mudah dimengerti tujuan para pemilik perkebunan untuk mempertahankan perbudakan. Tetapi petani kecil dan orang kulit putih yang miskin juga mendukung institusi
perbudakan. Mereka takut jika dibebaskan, warga kulit hitam akan bersaing dengan mereka dalam hal ekonomi dan menghapuskan status sosial mereka yang lebih tinggi. Orang kulit putih wilayah Selatan membela perbudakan bukan hanya atas dasar kebutuhan ekonomi tetapi lebih karena pengabdian mendalam terhadap supremasi kulit putih.
Ketika mereka bergulat melawan opini rakyat wilayah Utara yang sangat dominan, para pemimpin politik, kaum profesional dan sebagian besar pemuka agama di Selatan kini tidak lagi meminta maaf atas perbudakan. Mereka malah mendukungnya. Contohnya, para penerbit di wilayah Selatan berkeras bahwa hubungan antara modal dan buruh lebih manusiawi dalam sistem perbudakan daripada dengan sistem upah di wilayah Utara.
Sebelum 1830, sesuai sistem patriarkal kuno pemerintahan perkebunan, masih banyak pemilik atau tuan tanah yang mengawasi sendiri para budaknya. Namun, seiring dimulainya produksi kapas dalam skala yang besar di wilayah Selatan bawah, para tuan tanah ini secara bertahap mengabaikan pelaksanaan pengawasan pribadi dengan ketat terhadap para budak, dan mempekerjakan mandor profesional yang ditugaskan menuntut para budak bekerja semaksimal mungkin. Dalam keadaan semacam itu, perbudakan dapat menjadi sistem kekerasan dan pemaksaan dan pemukulan dan pemisahan keluarga akibat adanya anggota keluarga yang dijual menjadi pemandangan umum. Tapi dalam situasi yang berbeda, hal itu bisa berlangsung dengan lebih lunak.
Perbudakan dengan sendirinya adalah sebuah sistem yang brutal dan penuh pemaksaan. Pemkulan dan pemisahan keluarga melalui penjualan individu adalah hal biasa. Namun, pada akhirnya kritik paling tajam terhadap perbudakan bukanlah tentang prilaku majikan terhadap budak, melainkan perbudakan melanggar secara hak asasi setiap manusia untuk hidup bebas.
Pada mulanya budak sebagai bentuk hukuman bagi orang-orang yang telah melakukan perbuatan kriminal dan melanggar hukum yang berlaku. Orang yang terhukum di hukum dengan cara dipaksa untuk melakukan apapun yang disuruh oleh tuannya atau penguasanya. Akan tetapi, lama kelamaan budak itu diperjualbelikan  secara umum.
Maka timbullah perdagangan budak yang tidak mengenal perikemanusiaan dan laut-laut antara Amerika-Afrika penuh kapal-kapal budak. Perdagangan budak Negro memuncak pada awal pertengahan abad ke 18 (antara tahun 1720-1760) sesudah pada tahun 1713 terjadi perjanjian Asiento (el pacto del asiento de Negros) antara Spanyol dan Inggris yang memberi monopoli kepada Inggris untuk mengimport budak Negro dari Afrika ke Amerika.
Kaum Negro mendapatkan diskriminasi ras dan prasangka yang terjadi terhadap imigran atau orang-orang yang berkulit hitam dari Afrika yang dijadikan sebagai budak pekerja dan merupakan satu-satunya etnis yang datang ke Amerika Serikat tanpa sukarela. Mereka dibawa secara paksa dari Afrika, bermil-mil jauhnya hanya untuk dijual dan dijadikan budak.
Para Budak yang berada di Amerika Utara biasanya dipekerjakan di pabrik dan para Budak yang berada di Amerika Selatan dipekerjakan di perkebunan. Kehidupan para budak sungguh menyedihkan, Sebagian besar budak tentu saja bekerja di ladang. Pekerjaan yang tepat dari tenaga kerja mereka bervariasi sesuai dengan tanaman dan kemampuan dari budak tersebut. Di peternakan kecil pemilik sering bekerja keras berdampingan dengan budaknya. Mayoritas para budak tinggal dan bekerja di perkebunan , dimana pria, wanita dan anak-anak bekerja secara berkelompok yang biasanya diawasi oleh pengawas. Para pengawas sering memperlakukan budak secara kasar










BAB III PENUTUP


3.1    Kesimpulan
Perbudakan adalah sebuah kondisi di saat terjadi pengontrolan terhadap seseorang (disebut budak) oleh orang lain. Perbudakan biasanya terjadi untuk memenuhi keperluan akan buruh atau kegiatan seksual. Para budak adalah golongan manusia yang dimiliki oleh seorang tuan, bekerja tanpa gaji dan tidak mempunyai hak asasi manusia. Bukti-bukti keberadaan perbudakan sudah ada sebelum tulis-menulis, dan telah ada di berbagai kebudayaan. Kuburan-kuburan pra-sejarah di Mesir Bawah sejak 8000 SM menunjukkan bahwa suatu masyarakat Lybia telah memperbudak suatu suku. Di catatan terawal perbudakan sudah dianggap sebagai institusi yang mapan. Kode Hammurabi (sekitar 1760 SM) contohnya, menyatakan bahwa hukuman mati dijatuhkan bagi barangsiapa yang membantu seorang budak melarikan diri sebagaimana orang yang menyembunyikan seorang buronan Perbudakan itu dikenal dalam hampir semua peradaban dan masyarakat kuno, termasuk Sumeria, Mesir Kuno, Cina Kuno, Imperium Akkad, Asiria, dan lain lain.
Melihat perekonomian di Amerika yang berkembang dengan pesatnya, pasca kemerdekaan, kemajuan dibidang industri di bagian utara, dan perkebunan di bagian selatan, mengingat akan dibutuhkanya jumlah tenaga kerja yang tidak sedikit. Namun perbudakan telah menjadi pembahasan tersendiri dalam sejarah kelam masyarakat Amerika Serikat. Perbudakan dan segala sejarahnya menjadi sebuah dunia tersendiri dalam cermin pribadi Amerika Serikat yang mengaku sebagai Negara paling demokratis di Dunia. Oleh kerenanya perbudakan kulit hitam dengan segala deskriminasinya akan menjadi kenangan yang perlu diketahui semua generasi masyarakat Amerika. Perbudakan di Amerika tak lain karena faktor pesatnya perkebunan baik kapas maupun tebu yang membuat orang Amerika membutuhkan tenaga kerja yang sanggup bekerja keras namun dengan biaya yang murah.


DAFTAR PUSTAKA


Tanpa Nama. 2004. Garis Besar Sejarah Amerika. Washington DC: Departemen Luar Negeri
id.wikipedia.org, diakses 1 April 2014 pukul 08:51



Comments

Popular posts from this blog

Migrasi dan Penyebaran Ras Negrito dan Weddid ke Indonesia

Keunikan Masyarakat Jawa Timur

Indo-China, Zaman Kuna hingga Merdeka