Keunikan Masyarakat Jawa Timur


Hai teman-teman GAPTECHspot, kali ini kita akan bahas Provinsi kelahiran penulis GAPTECHspot nih, yaitu Jawa Timur. Yapp... siapa sih yang ga kenal Jawa Timur? 
Jawa Timur menjadi provinsi yang paling luas dibandingkan 6 provinsi lainnya di Pulau Jawa. Dengan bentangan wilayah seluas  47.922 km², terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota, mayoritas penduduk di Jawa Timur merupakan suku Jawa dan Madura, jadi beberapa masyarakat menggunakan bahasa Jawa dan beberapa wilayah lainnya menggunakan bahasa Madura. 

Menilik nama "Jawa" yang melekat pada "Jawa Timur" sekilas menumbuhkan kesan bahwa sifat budaya Jawa Timur pasti monokultur. Tapi, ternyata tidak. Jawa Timur kalau ditelisik lebih dalam sebenarnya sangatlah plural.

Jawa Timur terbagi menjadi 4 kebudayaan besar (tlatah), yakni Mataraman, Arekan, Madura, Pendalungan, dan Osing. Sedangkan tlatah yang kecil terdiri atas Jawa Panoragan, Tengger, Madura Bawean, Madura Kangean, dan Samin (Sedulur Sikep). Tlatah ini yang kemudian membedakan karakteristik masyarakat di Jawa Timur berdasarkan wilayahnya.

Mengapa wilayah Jawa Timur terbagi ke dalam tlatah tersebut?
Konon tlatah ini bukanlah untuk membeda-bedakan masyarakat Jawa Timur melainkan untuk menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Timur merupakan masyarakat yang unik dan kaya akan budaya dan kearifan lokal. Pun perbedaan ini tidak membuat Jawa Timur saling memisahkan diri, tetap menyatu sebagai satu kawasan provinsi.




Lantas apa saja perbedaan tlatah kebudayaan tersebut?

Wilayah Mataraman 
Wilayah Mataraman merupakan wilayah yang masih dekat dengan kultur Kerajaan Mataram yang berpusat di Yogyakarta dan Surakarta. Wilayah ini mencangkup daerah-daerah di bagian barat Jawa Timur, yakni Kabupaten Ngawi, Kabupaten dan Kota Madiun, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten dan Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten dan Kota Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.
Diberi nama Matraman lantaran wilayah ini masih mendapat pengaruh yang kuat dari budaya Kerajaan Mataram. Bila melihat dari adat istiadatnya, masyarakat di wilayah Matraman memang mirip dengan masyarakat di daerah Jawa Tengah terutama Yogyakarta dan Surakarta. Hal yang paling mencolok adalah penggunaan bahasa Jawa yang masih terkesan halus meski tidak sehalus masyarakat di Yogyakarta dan Surakarta.

Wilayah Arekan (Suroboyan)
Di sebelah timur Matraman adalah tlatah arekan yang menjadi wilayah kebudayaan yang cukup dikenal dengan ciri khas Jawa Timurnya. Masyarakat Arek dikenal punya semangat juang yang tinggi, terbuka, dan mudah beradaptasi. Dan satu yang menjadi ciri khas masyarakat Arek adalah bondo nekat.
Surabaya dan Malang menjadi pusat kebudayaan Arek. Kedua kota besar ini menjadi pusat kebudayaan Arek karena kondisi sosial masyarakatnya yang begitu kompleks dan heterogen, bisa dikatakan menjadi pusat bidang pendidikan, ekonomi, dan parawisata di Jawa Timur. Setelah industrialisasi masuk, wilayah ini menjadi menarik bagi pendatang. Menjadikannya salah satu melting pot atau kuali peleburan kebudayaan di Jatim. Pendatang dari berbagai kelompok etnis ada di sini untuk mencari ”gula” ekonomi yang tumbuh pesat. Meski luas wilayahnya hanya 17 persen dari keseluruhan luas Jatim, separuh (49 persen) aktivitas ekonomi Jatim ada di kawasan ini.

Wilayah Madura
Komunitas Madura Pulau menjadi komunitas pleburan tlatah terbesar ke tiga yang wilayahnya mencangkup Pulau Madura. Karakteristik kultur masyarakat Madura pun berbeda dengan masyarakat di tlatah Matraman. Menurut Kuntowijoyo dalam buku Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940, keunikan Madura adalah bentukan ekologis tegal yang khas, yang berbeda dari ekologis sawah di Jawa. Pola permukiman terpencar, tidak memiliki solidaritas desa, sehingga membentuk ciri hubungan sosial yang berpusat pada individual, dengan keluarga inti sebagai unit dasarnya.
Meski begitu, masyarakat Madura Pulau punya jiwa penjelajahan yang kuat seperti masyarakat Bugis dan Minangkabau. Lantaran tanah mereka tidak cukup subur untuk bercocok tanam, akhirnya masyarakat Madura Pulau bermigrasi ke Pulau Jawa, Jawa Timur di bagian timur untuk mengejar rejeki. Wilayah ini merupakan tanah tumpah darah - kedua orang Madura Pulau. Lalu, di Pulau Jawa-lah masyarakat Madura bermukim dan hidup bersandingan dengan masyarakat Jawa.

Wilayah Pendalungan
Wilayah Pendalungan menjadi pertemuan dua kultur, Madura dan Jawa. Warga Madura dan Jawa yang hidup saling bersandingan membuat wilayah ini disebut dengan wilayah Pendalungan. Menurut Prawiroatmodjo (1985), kata pendalungan berasal dari bentuk dasar bahasa Jawa dhalung yang berarti ’periuk besar’. Wadah bertemunya budaya sawah dengan budaya tegal. Budaya Jawa dengan budaya Madura, membentuk budaya baru, Pendalungan. Hasilnya, masyarakat berciri agraris-egaliter, bekerja keras, agresif, ekspansif, dan memiliki solidaritas yang tinggi, tetapi masih menempatkan pemimpin agama Islam sebagai tokoh sentral. Daerahnya meliputi Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang dan Jember.
Ada hal yang unik dari kebahasaan masyarakat Pendalungan, yakni kemampuan masyarakatnya yang bisa mengausai dua bahasa daerah sekaligus, yakni bahasa Jawa (dialek Arekan/ Suroboyoan) dan bahasa Madura. Hal ini terlihat jelas apabila kita berbincang dengan seseorang dari daerah Pendalungan kita mungkin akan mengira ia adalah orang Madura, mendengar dari bahasa tuturnya, yang berbahasa Jawa kadang berbahasa Madura, kadang pula berbahasa Jawa, namun dengan dialek Madura. 

Wilayah Osing
Suku Osing atau biasa diucapkan Suku Using adalah penduduk asli Banyuwangi atau juga disebut sebagai larus (lare using) atau "wong Blambangan" dan merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Suku Osing merupakan sub suku Jawa menurut sensus BPS tahun 2010
Suku Osing mempunyai Bahasa Osing yang merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa Kuno seperti halnya Bahasa Bali. Bahasa Osing berbeda dengan Bahasa Jawa sehingga bahasa Osing bukan merupakan dialek dari bahasa Jawa seperti anggapan beberapa kalangan
Suku Osing menempati beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi bagian tengah dan bagian utara, terutama di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Sempu, Kecamatan Glagah dan Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Giri, Kecamatan Kalipuro, dan Kecamatan Songgon. Komunitas Osing atau lebih dikenal sebagai wong Osing oleh beberapa kalangan dan hasil penelitian1 dianggap sebagai penduduk asli2 Banyuwangi, sebuah wilayah di ujung paling timur pulau Jawa yang juga dikenal sebagai Blambangan. Komunitas ini menyebar di desa-desa pertanian subur di bagian tengah dan timur Banyuwangi yang secara administratif merupakan kecamatan-kematan Giri, Kabat, Glagah, Rogojampi, Sempu, Singojuruh, Songgon, Cluring, Banyuwangi Kota, Genteng, dan Srono. Di tiga kecamatan terakhir, mereka telah bercampur dengan penduduk non-Osing, migran berasal dari bagian barat Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta (wong Osing menyebutnya wong Jawa-Kulon).


Pembagian wilayah kebudayaan ini menunjukkan bahwa Jawa Timur memang dinamis dengan perbedaan-perbedaan karakter wilayah dan masyarakatnya. Keunikan ini menjadi kearifan lokal khas Jawa Timur yang menunjukkan kekayaan budaya Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

Migrasi dan Penyebaran Ras Negrito dan Weddid ke Indonesia

Indo-China, Zaman Kuna hingga Merdeka